Halaman

Jumat, 19 Agustus 2022

Ayo, Kita Lestarikan Masyarakat Adat yang Kaya akan Tradisi dan Budaya!

Jika ngomongin masyarakat adat, jadi inget temen-temen Suku Baduy yang bisa sesekali kita temui, entah di jalan maupun jika kita berkunjung ke Kampung Baduy.

Kadang takjub dan penasaran gitu sama sistem kehidupannya. Tapi gak nanya-nanya kok kalau ketemu langsung di jalan. Asa kurang sopan kituh kalau nanya langsung. Jadi cuma dipendam dalam hati. Hehe.

Kalau kalian bagaimana nih? Ada cerita, pengalaman atau apa gitu yang seru terkait masyarakat adat? Jangan-jangan belum tahu apa itu masyarakat adat?

Hmmm... kalau begitu, saya bantu jelaskan info-info terkait masyarakat adat yang saya dapat dari acara Online Gathering #EcoBloggerSquad #EBS2022 tanggal 12 Agustus 2022, minggu lalu ya.


Dalam rangka Hari Hutan Indonesia di tanggal 7 Agustus, Hari Masyakat Adat tanggal 9 Agustus serta menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus, saya dan teman-teman lain mendapat materi dengan bahasan tentang Masyarakat Adat.

Dengan narasumber: Kak Mina Setra dari Diputi 4 Sosial dan Budaya AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). 

AMAN adalah organisasi kemasyarakat yang indipendent. Dan, bekerja di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk melakukan advokasi isu-isu masyarakat adat.

Oke deh, cekidots!

Siapa Masyarakat Adat?


Definisi masyarakat adat menurut AMAN adalah orang-orang yang mempunyai ciri-ciri atau beberapa karakter serta elemen sebagai berikut:
  • Ada wilayah adat yang mengikat.
  • Ada hukum adat yang berlaku untuk dijalankan dan dihormati di komunitas.
  • Ada perangkat adat, seperti Kepala Adat.
  • Ada hubungan yang kuat terkait spiritual atau ritual.

Lalu, apakah suku termasuk masyarak adat? Iya, bisa dibilang suku termasuk bagian masyarakat adat.


Masyarakat Adat Berperan Sebagai Penjaga Bumi untuk Menjaga Alam


Seperti yang kita tahu, masyarakat adat sumber kehidupannya dari alam. Atau bisa dibilang, alam dan hutan merupakan supermarket untuk mereka. Tetapi mereka hanya mengambil secukupnya.

Sebab, mereka memikirkan kelangsungan alam untuk anak cucunya kelak. Jadi tidak mengambil dari alam secara berlebihan. Mengambil ikan, lauk pauk, dan lainnya hanya untuk saat itu saja. Tidak dieksploitasi.

Banyak daerah juga terlarang untuk dikunjungi atau butuh ritual khusus untuk memasukinya. Karena mereka menganggap daerah tersebut adalah rumah para leluhurnya yang mesti dijaga.

Hukuman di masyarakat adat pun bukan sepenuhnya bertujuan untuk menghukum, tapi untuk keseimbangan di daerah tersebut.

Nah, dengan lifestyle mereka yang mengelola dan menggunakan alam secara arif dan bijaksana maka disebut Penjaga Bumi.

Gerakan Pulang Kampung


Saat ini ada Gerakan Pulang Kampung, yaitu Gerakan untuk memanggil anak muda yang berada di kota untuk mengelola adatnya.

Karena, jika semua pemuda ada di kota, nanti masyarakat adat bisa defenseless. Rawan digusur atau dijahatin orang-orang yang punya kepentingan buruk.

Lagipula, walaupun di kampung, jika dikelola dengan baik, bisa kok mendapatkan omset yang menguntungkan daripada bekerja di kota.

Saat pandemi pun kampung jadi tempat yang aman dan sejahtera, tidak kelaparan. Karena sumber makanan bisa diambil langsung.

Beberapa Hasil Inisiatif dari Gerakan Pulang Kampung


Melalui Gerakan Pulang Kampung, sudah ada beberapa hal yang diperoleh, seperti:

Mendirikan 84 Sekolah Adat


Supaya mereka yang sudah lupa bahasa atau adat istiadat, bisa tahu kembali, sehingga bisa melestarikannya ditengah rawannya anak muda terpapar pengaruh modernitas tidak tersaring.

Membangun Konservasi Berbasis Pertanian Organik


Ada konservasi lahan atau kebun organik, kebun herbal dll. Sehingga bisa untuk kedaulatan pangan dan menjadi mandiri. Ada pekerjaan rill.

Bahkan, di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, telah dibuat area rekreasi alam: Arangangia. Di sana kita bisa belajar tanaman herbal sembari ngopi.
 

Membangun Sanggar Budaya


Smartphone Movement dan Pendokumentasian Data Masyarakat Adat


Ancaman/Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat Adat


Perampasan Lahan


Lahan tempat tinggal, tempat mereka berladang, bahkan tempat kuburan kediaman leluhur mereka pun tak luput dirampas.

Padahal, kalaupun butuh untuk pembangunan yang baik, seperti waduk, kata Kak Mina, pihak masyarakat adat sudah memberikan alternatif tempat lain. Tapi belum didengar.

Tidak Diakui Kebudayaan Tradisionalnya


Dilecehkan Ritual Adat Istiadatnya


Masuknya Modernisasi yang Tak Tersaring


Sebenarnya, masuknya televisi, handphone atau modernisasi lain tuh tidak masalah. Karena sulit dielakan. Tapi permasalahnnya itu tidak disaring. Sehingga rentan dipecah belah.

Karena biasanya jadi kurang musyawarah dan jadi mengambil keputusan sendiri-sendiri. Serta, tidak tertransmisikan pengetahuan adat ke generasi muda. Habis lah info adat ke generasi selanjutnya.

Belum Terlalu Diapresiasi Peran Perempuan


Padahal perempuan berperan dalam penentuan obat-obatan, musim berladang, dan lainnya. Tapi belum terlalu diapresiasi kehadirannya.

RUU Masyarakat Adat


Tas wanita yang menggunakan motif batik batak

Saat ini, alhamdulillah sudah banyak yang melek akan tradisi dan budaya adat Indonesia. Bahkan, banyak yang bela serta menjaganya dengan aneka cara. Namun, tidak cukup dengan itu.

Karena jika wilayah habis, komunitasnya kemungkinan besar akan habis. Itu fundamental. Makanya itu, butuh dijaga wilayah masyarakat adat serta diberikan perlindungan hukum.

Lalu, pertanyaannya, bagaimana cara membantu teman-teman masyarakat adat yang ada di Indonesia?


Dari acara online gathering kemarin, saya jadi menyimpulkan salah satu cara membantu melestarikan masyarakat adat adalah dengan membantu menggaungkan terkait RUU Masyarakat Adat.

Sebab, karena selama ini belum ada dorongan publik, jadinya masih mandek dari tahun 2010. Padahal kehadiran masyarakat adat sepenting itu. Jadi butuh dijaga kelestariannya.

Kan kalau masyarakat adatnya masih ada, kemungkinan besar kebudayaan dan produk-produk asli mereka masih ada.

Selain itu, dengan kita menjaga masyarakat adat #SahkanRUUMasyarakatAdat , maka kita ikut menjaga alam juga. Karena masyarakat adat membantu memperlama terjadinya perubahan iklim. Bahkan, kata Kak Mina, sampai sekitar 80%. CMIIW.

Bangga Buatan Indonesia


Terus, selain itu, kita bisa membantu dengan membeli produk-produk dari masyarakat adat. Khususnya produk hasil hutan, tapi selain kayu ya.

Karena dengan bangga buatan Indonesia, diharapkan masyarakat adat betah, memperjuangkan serta menjaga daerah adat dan terus memproduksi produk-produk khas adat mereka, misalnya: tenun, ulos, dan lain sebagainya.

Yuk ah, kita lestarikan masyarakat adat dan hal-hal baiknya! #IndonesiaBikinBangga

Para Penjaga Alam Dijaga, Alam pun Terjaga! #UntukmuBumiku


Yak, sekian dulu sharing kali ini, semoga bermanfaat. Kalau ada yang salah atau kurang, mohon dimaafkan. For more info, bisa kontak AMAN ya!

Karena Kak Mina bilang, AMAN terbuka untuk diskusi maupun kegiatan volunteer. :) #TeamUpForImpact

Salam,


Hani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hehooo semuanya,

Terima kasih telah mampir di blog www.nisaahani.com. Semoga bermanfaat ya tulisannya. Di tunggu komentarnya. Dan sangat terima kasih kembali jika tidak meninggalkan link atau mengopi tulisan di blog ini tanpa izin. :)