Halaman

Selasa, 25 Oktober 2022

Kenalan dengan Lahan Gambut dan Alasannya Bisa Jadi Selimut Polusi

Buat sebagian orang sepertinya belum tahu detail apa itu lahan gambut, termasuk saya. Saya baru tahu beberapa bulan lalu. Mungkin karena di sirkel saya hampir tidak ada yang membahas, bahkan sekolah (mungkin dibahas, tapi saya-nya saja kali ya yang sepertinya tidak terlalu memperhatikan. Hehe). Saya pun baru tahu tentang lahan gambut ketika bergabung bersama Eco Blogger Squad.

Eco Blogger Squad

Namun tak apa, gak ada kata terlambat untuk mencari tahu ye kan? 😆 Alhamdulillahnya di Online Gathering Eco Blogger Squad pada hari Jumát, 21 Oktober 2022 kemarin membahas Lahan Gambut dan Selimut Polusi dengan narasumber Kak Ola Abas dari Tim Pantau Gambut.

Fyi, Pantau Gambut adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang dalam platform daring mereka menyediakan informasi mengenai perkembangan kegiatan dan komitmen restorasi ekosistem gambut di Indonesia. Dengan gabungkan teknologi, kolaborasi data, dan jaringan masyarakat diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai lahan gambut, yang pada akhirnya dapat membantu mengawasi komitmen pemerintah dalam merestorasi. Cmiiw.

Nah, biar info-info yang saya dapat lebih menyebar luas, makanya itu, saya bahas di tulisan kali ini. Sebab, infonya bagus dan menurut saya, jika banyak yang tahu akan lebih baik serta akan lebih menimbulkan kepedulian terhadap lingkungan.


Apa itu lahan gambut?


Lahan Gambut

Lahan basah yang terbentuk dari materi-materi organik yang belum membusuk dengan sempurna. Dan, biasanya ditemukan di area yang ada genangan air, seperti rawa, sungai atau pesisir.

Butuh waktu sekitar 2000 tahun untuk membentuk lahan gambut sedalam 4 meter. Berawal dari cekungan atau genangan air, lalu tumbuh tanaman, kemudian ketika mati menumpuk di cekungan. Karena kurangnya udara, sehingga lama untuk pembusukan dan menimbulkan pendangkalan.

Manfaat lahan gambut


Jika sudah membaca penjelasan apa itu lahan gambut, kira-kira menurut kalian, lahan gambut bermanfaat gak untuk manusia atau makhluk hidup lainnya?

Jawabannya, bermanfaat ya gaes. Karena untuk lahan gambut Indonesia sendiri saja bisa menyimpan setidaknya 57 gigaton karbon. Yang mana itu dua puluh kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan lahan mineral. Dan, tentunya bisa menahan laju perubahan iklim dengan baik.

Pori-pori lahan gambut yang besar, sekitar 75%-95%, karena tekstur tanah yang tidak padat, bisa untuk menampung air sebesar 450%-850% dari bobot keringnya atau hingga 90% dari volumenya. Atau bisa dibilang, tanah gambut bisa untuk menampung air lebih banyak dibandingkan tanah mineral.

Sehingga, bisa mengurangi dampak banjir dan juga kemarau. Karena saat musim hujan, airnya akan ditampung oleh lahan gambut. Sedangkan, saat musim kemarau, air yang tersimpan digambut bisa diambil untuk dialirkan ke sungai dan area sekitar, untuk menghindari kekeringan.

Selain itu, bisa jadi habitat untuk perlindungan keragaman hayati. Karena memang lahan gambut bisa tumbuh atau ditinggali oleh flora dan fauna.

Flora dan faunanya yang ada di lahan gambut pun bermanfaat untuk masyarakat sebagai sumber pangan maupun sumber penghasilan, tidak hanya untuk menjaga keberlangsung ekosistem. Bisa juga untuk menunjang perekonomian masyarakat lokal.

Apa yang terjadi jika lahan gambut rusak dan hilang?


Meskipun lahan gambut terkesan seperti lahan terbuang, tapi bermanfaat banget kan? Makanya itu, kalau ada lahan gambut disekitar kalian, jangan malah dikeringkan dan dialihfungsikan ya, mesti dilestarikan!

Memang sih lahan pertanian dan perkebunan penting, apalagi semakin terbatasnya lahan mineral, tapi jika dialihfungsikan secara besar-besaran, lahan gambut akan degradasi/berkurang lebih cepat dan siklus surut serta pengeringan gambut yang terus berlangsung bisa menjadi sumber emisi karbon yang tidak akan berhenti.

Sebab, saat mengeringkan satu hektar lahan gambut di wilayah tropis akan mengeluarkan rata-rata 55 metrik ton CO2 setiap tahun atau setara dengan membakar lebih dari 6.000 galon bensin! Belum lagi lahan gambut yang kering bisa memicu kebakaran.

Sumber api kecil saja bisa berbahaya untuk lahan gambut yang dikeringkan. Karena bisa membakar hingga ke dalam lapisan gambut.

Dan, meskipun api terlihat sudah padam di permukaan, tapi bisa jadi api masih ada di dalam gambut. Sehingga, bisa merembet kemana-mana. Bahkan, api di lahan gambut yang kering bisa bertahan berbulan-bulan.

Lahan gambut yang kering akan jadi seperti kayu kering ketika terkena api, kebakaran pun tak terelakan. Kalau sudah ada kebakaran, maka akan ada kabut asap.

Api yang berada bawah permukaan tanah menyebabkan pembakaran yang tidak menyala, sehingga hanya ada asap putih yang tampak di atas permukaan dan menyebabkan kegiatan pemadaman kerap sulit dilakukan. Kabut asap pun jadi masalah kesehatan dan mengganggu aktifitas bagi masyarakat sekitar.

Asap, emisi gas karbondioksida, dan gas-gas lain yang naik ke udara akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim. Mempercepat laju perubahan iklim.

Bukan cuma itu, banjir akan terjadi, karena berkurangnya sumber resapan dan fungsi hidrologis gambut hilang. Tentu banjir akan mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar dan keberlangsungan pertaniannya.

Tanah juga akan tercemar. Karena Pirit yang merupakan mineral tanah (kandungan FeS2) yang sering ada di lahan rawa akan teroksidasi menjadi senyawa beracun dengan kandungan besi dan alumunium apabila bertemu dengan udara (oksigen).

Keanekaragaman hayati pun hilang. Rusaknya ekosistem gambut, perlahan akan mempersempit ruang hidup satwa, punahnya tanaman-tanaman endemik (tanaman unik yang biasanya hanya tumbuh di lahan tertentu) gambut tropis. Imbasnya kena ke kehidupan masyarakat dan menyebabkan dampak besar bagi ekologi.

Apa hubungan lahan gambut dengan selimut polusi?


Metode pengeringan, pembakaran, dan deforestasi dalam kebanyakan alih fungsi lahan gambut bisa menyebabkan lepasnya cadangan karbon ke atmosfer, lalu menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer akan menahan panas dari matahari sehingga meningkatkan suhu bumi. Proses ini dikenal sebagai efek rumah kaca dan dapat mempercepat laju perubahan iklim.

Pembakaran lahan gambut untuk dialihfungsikan juga diperkirakan melepaskan hingga 427,2 ton karbon setiap hektare. Sehingga, total emisi karbon dari lahan gambut yang terdegradasi diperkirakan mencapai 63% dari total emisi karbon dunia!

Kebakaran di lahan gambut juga akan melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer seperti metana (CH4). Ini adalah jenis gas rumah kaca yang 21 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida (CO2). Karena kemampuan menahan panas yang lebih tinggi. Selain itu, metana yang terlepas akibat kebakaran lahan gambut jumlahnya bisa 10 kali lipat lebih banyak daripada kebakaran di jenis lahan lain.

Bumi akan diselimuti oleh kumpulan gas emisi rumah kaca yang akan membuat bumi semakin panas dan menambah cepat laju perubahan iklim. Apalagi diperparah dengan polusi dari kendaraan, pabrik, pembangkit listrik dari batubara, dll.

Mengerikan bukan, jika emisi gas rumah kaca terjadi terus menerus dan semakin banyak terlepas ke permukaan bumi? Sebab, bisa jadi SELIMUT POLUSI!


Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi selimut polusi?


Berawal tahu perannya lahan gambut, sepertinya sudah lumayan membuka pengetahuan dan biasanya akan ada rasa ingin menjaga atau menyebarkan infonya. Setuju tidak nih gengs?

Ya... selama masih ada hati nurani dan keinginan hidup layak nan nyaman hingga tua nanti, kemungkinan sih ada rasa ingin menjaga dan tidak ingin merusak. Serta, mendorong pemerintah untuk lebih serius untuk perlindungan dan pengelolaan lahan gambut yang lestari.

Berusaha melindungi lahan gambut yang masih tersisa dan memulihkan yang rusak dengan merestorasinya. Supaya kembali lagi fungsi ekologi lahan gambut dan sejahterakan masyarakat. 

Upaya restorasi gambut dilakukan melalui tiga pendekatan,
yaitu:
  • pembasahan
  • penanaman ulang
  • merevitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat setempat


Btw, untuk kebijakan pemerintah terkait lahan gambut ada di Peraturan Pemerintah (PP) No.57 tahun 2016 jo PP No.71 tahun 2014. Perlindungan Total pada Hutan Alam, Lahan Gambut, dan Daerah Pesisir. Serta, Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2019, yaitu Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Ini merupakan perbaikan dari Inpres No. 6 tahun 2017 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

So, setelah baca tulisan saya kali ini dan tahu segitu pentingnya fungsi lahan gambut, gak ada alasan lagi kan untuk abai atau bahkan merusak? Yuk, kalian sebarluaskan juga infonya! Biar makin banyak yang tahu dan peduli juga. :)

Salam,


Hani, yang semoga punya uang dan mampu beli lahan yang banyak, biar bisa mengelola dengan baik serta membiarkan sesuai dengan fungsinya di alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hehooo semuanya,

Terima kasih telah mampir di blog www.nisaahani.com. Semoga bermanfaat ya tulisannya. Di tunggu komentarnya. Dan sangat terima kasih kembali jika tidak meninggalkan link atau mengopi tulisan di blog ini tanpa izin. :)